Salah satu rukun Islam yang ditunaikan sebagai seorang muslim ialah berhaji bagi yang mampu. Bagi muslim yang hendak menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah, sejaitnya mengetahui terlebih dahulu apa sesungguhnya yang dicari dari ibadah tahunan tersebut.
Kebanyakan orang menganggap ritual haji begitu istimewa karena sepulang mereka dari tanah suci maka resmi bergelar 'haji' atau 'hajjah'. Gelar haji tersebut bahkan sudah umum di Indonesia tercantum dalam kartu tanda pengenal alias KTP, tepat di depan nama lengkap. gelar ini pun kerap dibanggakan di depan para tetangga, rekan kerja, saudara bahkan keluarga.
Pendakwah kondang Ustadz Khalid Basalamah, melalui akun YouTube, Khalid Basalamah Official menyebutkan, melaksanakan ibadah haji pada hakikatnya bukan untuk mencari gelar apalagi untuk dibanggakan dan mendapat pengakuan orang banyak.
Ustadz Khalid mengingatkan, seseorang yang mampu dan hendak berhaji harus memiliki niat dan hati yang bersih agar tidak terpengaruh oleh urusan duniawi, yaitu mencari gelar semata. Tujuan ibadah haji yang terpenting dimaknai dengan mencari rahmat dan ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala.
“Bahwasanya tujuan ibadah haji itu mencari rahmat Allah, sejak kapan seseorang pergi berhaji itu hanya untuk mencari nama (gelar)
Banyak muslim yang salah kaprah mengenai ibadah haji. Biasanya, orang-orang tersebut pergi ke Makkah saat menunaikan haji atau umrah, kemudian kembali ke tanah kelahirannya hanya untuk mendapat gelar haji yang kemudian dicantumkan di KTP hingga ijazah.
Riya atau pamer dalam ibadah, lanjut dia, membuat manusia menjadi sombong terhadap yang lainnya karena merasa dirinya lebih baik dalam beribadah. Hal ini juga dapat memengaruhi pikiran muslim untuk menjatuhkan dan memandang rendah orang lain karena ibadah yang dilakukannya. Sehingga amal ibadah tidak akan tercatat untuknya.
“Inilah yang berbahaya sekali seperti riya, hanya saran saya saja, jangan pakai gelar haji itu, itu bukan gelar yang harus dipasang,“ tegasnya.
Ustadz Khalid mencontohkan di zaman Nabi, para sahabat Rasulullah tak satupun menyematkan gelar haji pada namanya, semisal Haji Abu Bakar Ash-Shiddiq, Haji Umar bin Khattab maupun sahabat lainnya, meski mereka sudah pernah berhaji.
Sebab, haji bukanlah gelar yang harus dipasang untuk dipamer ke orang-orang, melainkan semata-mata untuk beribadah kepada Allah Ta'ala.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits menjelaskan:
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ، الْغَنِيَّ، الْخَفِيَّ
Artinya: Dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, kaya (hatinya), dan tersembunyi (dalam beribadah dan beramal/menyembunyikan amal)," (HR. Muslim, no. 2965).
“Allah cinta sekali dengan hamba yang patuh, tunduk kepada-Nya, kaya dan suka bersedekah, kemudian dia suka merahasiakan amalnya. Kalau orang sudah lihat dia beribadah tapi sengaja pamer kan ini berbahaya sekali," ujar dai kelahiran Makassar ini.
Demikian halnya dengan para syuhada yang tidak elok disematkan gelar 'Asy-Syahid'. Menurutnya, hal itu tidak berlaku di zaman Rasulullah.
"Kita belum pernah ada bahasa ini digelarkan kepada Hamzah, Mus'ab radhiyallahu anhum sahabat yang mati di perang Uhud. Kemudian Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan juga Abdullah bin Rawahah mereka ini orang-orang mulia. Tidak ada pernah ada Nabi bilang sebutkanlah Asy-Syahid Hamzah dan seterusnya. Maka gelar-gelar ini sebaiknya dihindari karena tidak ada dalam syariat kita masalah itu kan. Antara dia sama Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Komentar
Posting Komentar